Belajar dari Hangout

Penghujung tahun 2016 bioskop-bioskop di Indonesia ramai, antrian manusia yang haus akan hiburan setelah satu tahun berkutat dengan rutinitas yang membosankan. 

Mulai tanggal 22 Desember film karya pemuda jenaka, jenius, cerdas (you name it)  yang ditunggu-tunggu tayang di bioskop.


Film bergenre Thriller Commedy yang dibintangi artis papan atas dan comica ini begitu menarik perhatian para pecinta film, fans para pemeran ataupun para manusia yang berhasil dipersuasi oleh sederet paparan promosi jauh-jauh hari dari film ini.

Saya sendiri baru demen dengan film-film dalam negeri setahun terakhir ini. alasannya karena saya tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Sinematografi UI. awalnya saya gabung karena ingin bikin film, tapi ternyata disana cukup banyak juga kegiatan apresiasi film, membuat saya yang hanya suka nonton film-film mainstream dan popular saja, perlahan menjadi lebih perhatian dengan semua film yang tayang di bioskop dan lebih kritis supaya bisa ikut larut dalam diskusi ngobrol bicara film.

dalam tulisan ini saya tidak akan membuat review dari film Hangout, saya hanya ingin cerita saja,
film yang sejak adegan awalnya sudah mengocok perut dengan gimmick Raditya Dika yang khas bagi saya sangat menghibur, sepanjang film dibubuhi dengan lawakan-lawakan kekinian. seperti kaleidoskop tahun 2016.
film yang menceritakan sekelompok public figure (artis, komika, youtuber) yang mendapat undangan misterius ke sebuah rumah di tengah pulau dan mereka mati satu persatu, ini memiliki ending yang yang sangat menyentuh menurut saya.

film ini mencoba menyampaikan pesan bagaimana kesalahpahaman timbul dari adanya komunikasi yang keliru. dalam film ini beberapa kalimat yang diucapkan Raditya Dika sangat quoteable, sayang,saya tidak sempat mencatatnya. yang paling saya ingat intinya adalah, dalam sebuah pertemanan atau persahabatan salah satu dari kita pasti memiliki masalah pribadinya masing-masing. namun tidak semua mau terbuka, mau berbagi masalahnya, atau sekedar bercerita. masing-masing individu memilki kecenderungan kepribadiannya masing-masing. untuk itulah kita sebagai teman/sahabat, cobalah untuk bertanya kepada orang-orang terdekat kita, tanyakan. saya sendiri sebagai salah satu orang dengan kecenderungan kepribadian yang tertutup dan tak banyak bicara meski hanya untuk memulai percakapan merasakan bagaimana senangnya jiwa raga ini ketika ada seseorang (yang sudah kenal) menanyakan hal pribadi kita. se sederhana menyebutkan nama di chat, entah kenapa saya merasa begitu bahagia ketika orang lain menyapa atau menyebutkan nama saya, ketimbang dengan eh, heh, oy, woy, lu, cug, leh dll.

saya mulai sadar bahwa bertanya menjadi hal yang sangat vital dalam menjalani kehidupan (anjay berat)



Komentar